BANDUNG, SEATIZENS – Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengungkapkan bahwa kliennya telah menjalani pemeriksaan selama 10 jam oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat, 1 November. Pemeriksaan ini berfokus pada surat-surat terkait impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 tersebut.
Selama pemeriksaan, Tom Lembong menghadapi banyak pertanyaan tentang dokumen impor gula. “Tadi masih ditunjukkan tentang surat-surat yang dibuat oleh Pak Tom dan surat-surat yang masuk ke Pak Tom juga, surat yang dibuat Pak Tom ke BUMN,” jelas Ari di Gedung Kejaksaan Agung.
Sebagaimana diketahui, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Kasus ini berawal dari pemberian izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP. Ironisnya, pada rapat koordinasi antar kementerian pada 12 Mei 2015, disimpulkan bahwa Indonesia tidak memerlukan impor gula karena mengalami surplus.
Pernyataan Tom tentang Proses Surat

Mengenai kasus ini, Ari menegaskan bahwa surat-surat yang ditandatangani Tom telah melewati proses yang benar di Kementerian Perdagangan. “Surat-surat yang masuk ke beliau itu kan lanjutan dari menteri sebelumnya,” bebernya. Tom berupaya berkoordinasi dengan staf untuk menjaga kesinambungan surat tersebut.
Lebih jauh, Ari mengatakan bahwa pemeriksaan dalam waktu 10 jam itu belum menyentuh izin persetujuan impor yang diberikan Tom. “Masih berkutat dengan surat-surat awal itu. Memang banyak surat yang beliau lupa,” tambahnya.
Kejagung Tetapkan Tersangka Lain

Pemeriksaan berlangsung dari pukul 09.58 WIB hingga 20.27 WIB. Ini adalah pertama kalinya Tom diperiksa setelah ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, ia hanya diperiksa sebagai saksi. Selain Tom, Kejagung juga menetapkan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), sebagai tersangka.
Baca juga : Gunawan Sadbor ditetapkan sebagai Tersangka terkait Promosi Judi Online
Kejagung menjelaskan bahwa pada 28 Desember 2015, dalam rakor bidang perekonomian, dibahas bahwa Indonesia kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton pada tahun 2016. Namun, meskipun seharusnya impor dilakukan hanya oleh BUMN, izin impor gula kristal mentah tetap diberikan.
Akibat praktik ini, negara mengalami kerugian sekitar Rp400 miliar. Nilai ini merupakan keuntungan yang seharusnya menjadi milik BUMN atau PT PPI.
(Firyal Trinidad)